Kata Pengantar
Alhamdulilahirobil’alamin itulah kata yang bisa kami ucapkan. Rasa syukur pantas untuk slalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat Rahmat danRidhonya kami dapat menyelesaikan mekalah dengan judul “ KEMISKINAN DAN KRIMINALITAS” ini dalam waktu yang relative singkat.
Makalah ini pun di susun dalam rangka untuk pemenuhan tugas selain untuk menambah referensi bahan bacaan bagi siswa dalam materi ini. Sasaran makalah ini adalah siswa guna mengetahui lebih dalam tentang Kemiskinan dan Kriminalitas. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya makalah sederhana ini.
Akhirnya seperti bunyi pepatah tiada gading yang tak retak, maka kami menyadari di dalam makalah ini masih banyak kekurangan untuk itu kritik dan saran sangat kamiharapkan.
Mojokerto,21 Agustus 2010
PENULIS
Pendahuluan
1,1 Latar Belakang
Sosiologi mempelajari pola-pola hubungan dalam masyarakat serta mencari pengertian-pengertian umum secara rasional dan empiris.oleh karenanya sosiologi mempelajari gejala-gejala yang teratur. Namun tidak semua gejala-gejala itu normal seperti masyarakat yang bersangkutan.gejala social yang tidak diinginkan tapi terjadi dinamakan masalah social. Salah satuanya adalah kemiskinan dan kriminalitas yang memiliki hubungan sinergi satu sama lain. Yabg nantinya berhubungan dengan dimensi social yaitu perubahan social, penyimpangan social serta penanggulangan social.
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk laporan hasil belajar kami mengupas bab masalah social khususnya kemiskinan dan kriminalitas. Selain itu juga untuk memenuhi tugas dari guru kami. Selain itu pula kami bermaksud untuk menjadikan makalah ini sebagai salah satu sumber referensi siswa dalam bidang ini nantinya.
2.3 Rumusan Masalah
1. apakah pengertian kemiskinan dan kriminalitas?
2. bagaimanakah cara penaggulangannya?
3. factor apakah yang membuat maslah tersebut?
DAFTAR ISI
Kata pengantar…………………………………………………………………….1
Daftar isi………………………………………………………………………………..2
Pendahuluan………………………………………………………………………….3
Penegrtian kemiskinan…………………………………………………………4
Penyebab kemiskinan……………………………………………………………8
Penaggulangan kemiskinan………………………………………………..11
Pengertian kriminalitas…………………………………………………….19
Pengertian penjahat dan jenis-jenisnya…………………………21
Sebab terjadinya kriminalitas dan jenis-jenisnya…………24
Solusi kriminalitas………………………………………………………………27
Kata penutup………………………………………………………………………..32
Lampiran………………………………………………………………………………..33
Daftar pustaka…………………………………………………………………..34
PENGERTIAN KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan salah satu dari sekian banyak masalah social yang ada. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
• Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
• Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
• Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Peta dunia memperlihatkan persentase manusia yang hidup di bawah batas kemiskinan nasional. Perhatikan bahwa garis batas ini sangat berbeda-beda menurut masing-masing negara, sehingga kita sulit membuat perbandingan.
Peta dunia memperlihatkan Tingkat harapan hidup.
Peta dunia memperlihatkan Indeks Pembangunan Manusia.
Peta dunia memperlihatkan sebuah ukuran tentang kesenjangan pendapatan.
Lebih dari 110 juta orang Indonesia hidup dengan penghasilan kurang dari
US$ 2 per hari. Jumlah ini sama dengan jumlah penduduk Malaysia, Vietnam
dan Kamboja digabungkan. Sebagian besar penduduk miskin di Asia Tenggara
tinggal di Indonesia. Selain itu, Indonesia juga tidak mampu meningkatkan
berbagai indikator utama pembangunan sosial dibandingkan dengan negara-negara
Asia Timur lainnya. Tingkat kematian ibu hamil di Indonesia, misalnya,
dua kali lebih tinggi dari tingkat kematian di Filipina dan lima kali lebih tinggi
dari Vietnam. Hampir setengah dari penduduk Indonesia tidak mempunyai
akses yang cukup terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi.
Indonesia memang telah mencapai hasil yang memuaskan dalam
menurunkan tingkat kemiskinan sejak tahun 1960-an dan juga telah berhasil
mengurangi efek dari krisis. Tetapi Indonesia masih harus menghadapi tiga
masalah mendasar dalam upaya mengangkat sebagian besar penduduk yang
masih terhimpit kemiskinan dan kepapaan,
Kemiskinan dipelajari oleh banyak ilmu, seperti ilmu sosial, ekonomi, dan budaya.
• Dalam ekonomi, dua jenis kemiskinan dipertimbangkan: kemiskinan absolut dan relatif.
• Dalam politik, perlawanan terhadap kemiskinan biasanya dianggap sebagai tujuan sosial dan banyak pemerintahan telah berupaya mendirikan institusi atau departemen. Pekerjaan yang dilakukan oleh badan-badan ini kebanyakan terbatas hanya dalam sensus dan pengidentifikasian tingkat pendapatan di bawah di mana warga negara dianggap miskin. Penanggulangan aktif termasuk rencana perumahan, pensiun sosial, kesempatan kerja khusus, dll. Beberapa ideologi seperti Marxisme menyatakan bahwa para ekonomis dan politisi bekerja aktif untuk menciptakan kemiskinan. Teori lainnya menganggap kemiskinan sebagai tanda sistem ekonomi yang gagal dan salah satu penyebab utama kejahatan.
• Dalam hukum, telah ada gerakan yang mencari pendirian "hak manusia" universal yang bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan.
• Dalam pendidikan, kemiskinan mempengaruhi kemampuan murid untuk belajar secara efektif dalam sebuah lingkungan belajar. Terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga miskin, kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow; kebutuhan akan keamanan dan rumah yang stabil, pakaian, dan jadwal makan yang teratur membayangi kemampuan murid-murid ini untuk belajar. Lebih jauh lagi, dalam lingkungan pendidikan ada istilah untuk menggambarkan fenomen "yang kaya akan tambah kaya dan yang miskin bertambah miskin" (karena berhubungan dengan pendidikan, tetapi beralih ke kemiskinan pada umumnya) yaitu efek Matthew.
Perdebatan yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital individual seseorang cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital instructional dan capital social yang tersedia hanya bagi mereka yang terdidik dalam sistem formal.Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi."
Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari AS$1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari AS$ 2 perhariBerdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001. Proyek Borgen menunjuk pemimpin Amerika memberikan AS$230 milyar per tahun kepada kontraktor militer, dan hanya AS$19 milyar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Perkembangan Milenium PBB untuk mengakhiri kemiskinan parah sebelum 2025.
\
Penyebab kemiskinan
Menurut Frances Fox Piven dan Richard A Cloward (Regulating the Poor: The Functions of Public Welfare, Vintage Books 1993), kemiskinan meliputi tiga aspek (1) kekurangan materi dan kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan; (2) tidak terpenuhinya kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat, termasuk dalam pendidikan dan informasi; dan (3) kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda, tergantung konteks politik dan ekonomi suatu negara
Kemiskinan jamak terjadi di negara berkembang, namun eksis pula di negara maju dalam bentuk komunitas tunawisma dan ghetto (daerah kumuh). Di Indonesia sendiri, menurut data Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (dibentuk tahun 2005 melalui Perpres Nomor 54, lihat www.tkpkri.org), Pemerintah telah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan sejak tahun 1960-an melalui strategi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang tertuang dalam Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun (Penasbede). Namun program tersebut terhenti di tengah jalan akibat krisis politik tahun 1965. Adapun pada era Orba, melalui Repelita dilakukan strategi khusus menuntaskan masalah kesenjangan sosial-ekonomi, yang mengerucut menjadi program Inpres Desa Tertinggal ( IDT). Namun, usaha Orba ini pun gagal akibat krisis ekonomi dan politik tahun 1997.
Selanjutnya, era reformasi menelurkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) Keppres Nomor 190 Tahun 1998. Berbagai usaha di atas belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Data UNDP menyebutkan, Indeks Kemiskinan Manusia (Human Poverty Index-HPI) yang memfokuskan perhatiannya pada proporsi manusia yang berada di bawah ambang batas dimensi pembangunan manusia yang sama dengan indeks pembangunan manusia-panjang umur dan hidup sehat, memiliki akses terhadap pendidikan, dan standar hidup yang layak, menyimpulkan Nilai HP-1 untuk Indonesia, yaitu 18,5, berada di urutan 41 dari 102 negara berkembang (data tahun 2005). Indeks ini semakin buruk dalam krisis energi dan pangan saat ini, ketika harga melonjak dan membuat pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, pendidikan, kesehatan) semakin tak terjangkau
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
• penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
• penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
• penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
• penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
• penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan. Masalah Kemiskinan di Indonesia
Lebih dari 110 juta orang Indonesia hidup dengan penghasilan kurang dari
US$ 2 per hari. Jumlah ini sama dengan jumlah penduduk Malaysia, Vietnam
dan Kamboja digabungkan. Sebagian besar penduduk miskin di Asia Tenggara
tinggal di Indonesia. Selain itu, Indonesia juga tidak mampu meningkatkan
berbagai indikator utama pembangunan sosial dibandingkan dengan negaranegara
Asia Timur lainnya. Tingkat kematian ibu hamil di Indonesia, misalnya,
dua kali lebih tinggi dari tingkat kematian di Filipina dan lima kali lebih tinggi
dari Vietnam. Hampir setengah dari penduduk Indonesia tidak mempunyai
akses yang cukup terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi.
Indonesia memang telah mencapai hasil yang memuaskan dalam
menurunkan tingkat kemiskinan sejak tahun 1960-an dan juga telah berhasil
mengurangi efek dari krisis. Tetapi Indonesia masih harus menghadapi tiga
masalah mendasar dalam upaya mengangkat sebagian besar penduduk yang
masih terhimpit kemiskinan dan kepapaan, yaitu:
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk miskin tidak
akan dapat dikurangi secara signifikan tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang bermanfaat bagi orang miskin. Pada periode setelah krisis, berkurangnya penduduk miskin lebih banyak disebabkan karena
membaiknya stabilitas ekonomi dan turunnya harga bahan makanan.
Untuk menurunkan tingkat kemiskinan lebih jauh lagi, pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi merupakan suatu keharusan.
2. Peningkatan pelayanan sosial bagi masyarakat miskin. Indonesia harus
dapat menyelesaikan masalah dalam bidang pelayanan sosial agar
manfaat dari pembangunan lebih dirasakan. Peningkatan dalam
efektifitas dan efisiensi pemberian pelayanan sosial, dapat dicapai
dengan mengusahakan perbaikan dalam sistem kelembagaan dan
kerangka hukum, termasuk dalam aspek-aspek yang terkait dengan
desentralisasi. Hal ini akan membuat penyedia jasa mengenali tanggung
jawab mereka dalam menjaga kualitas pelayanan yang diberikan,
disamping memberikan kesempatan bagi pemerintah dan masyarakat
untuk mengawasi aktifitas tersebut.
3. Perlidungan bagi si miskin. Kebanyakan penduduk Indonesia rentan
terhadap kemiskinan. Hampir 40 persen dari penduduk, hidup hanya
sedikit di atas garis kemiskinan nasional dan mempunyai pendapatan
kurang dari US$2 per hari. Perubahan sedikit saja dalam tingkat harga,
pendapatan dan kondisi kesehatan, dapat menyebabkan mereka berada
dalam kemiskinan, setidaknya untuk sementara waktu. Program
perlidungan sosial yang ada tidaklah mencukupi dalam menurunkan
tingkat resiko bagi keluarga miskin, walaupun memberikan manfaat
pada keluarga yang lebih berada. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan
menyediakan program perlindungan sosial yang lebih bermanfaat bagi
penduduk miskin serta masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan.
Kemiskinan berakibat pada partisipasi dan kwalitas orang miskin. Artinya akses anak miskin trehadap dunia pendidikan sangat terbatas dan kemungkinan putus sekolah sangatlah tinggi. Hal ini akan berdampak dikemudian hari jika anak-anak miskin menghadapi dunia kerja.selain itu orang miskin juga mendapat suatu kesenjangan sosial. Walau fenomena kemiskinan identik dengan keberadaan Negara berkembang namun masalah ini juga dialami oleh Negara maju, seperti Amerika serikat. Jadi tidaklah menjadi hal yang mudah menyelesaikan hakekat sejahtra untuk orang-orang yang miskin.
Mengurangi Kemiskinan
Penanganan berbagai masalah di atas memerlukan strategi penanggulangan
kemiskinan yang jelas. Pemerintah dan berbagai pihak terkait
lainnya patut mendapat acungan jempol atas berbagai usaha yang telah
dijalankan dalam membentuk strategi penanggulangan kemiskinan. Hal
pertama yang dapat dilakukan oleh pemerintahan adalah menyelesaikan
dan mengadaptasikan rancangan strategi penanggulangan kemiskinan yang
telah berjalan. Kemudian hal ini dapat dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan.
Berikut ini dijabarkan sepuluh langkah yang dapat diambil dalam
mengimplementasikan strategi pengentasan kemiskinan tersebut.
I. PENINGKATAN FASILITAS JALAN DAN LISTRIK DI PEDESAAN.
Berbagai pengalaman di China, Vietnam dan juga di Indonesia sendiri
menunjukkan bahwa pembangunan jalan di area pedesaan merupakan cara
yang efektif dalam mengurangi kemiskinan. Jalan nasional dan jalan provinsi
di Indonesia relatif dalam keadaan yang baik. Tetapi, setengah dari jalan
kabupaten berada dalam kondisi yang buruk. Sementara itu lima persen
dari populasi, yang berarti sekitar 11 juta orang, tidak mendapatkan akses
jalan untuk setahun penuh. Hal yang sama dapat terlihat pada penyediaan
listrik. Saat ini masih ada sekitar 6000 desa, dengan populasi sekitar 90 juta
orang belum menikmati tenaga listrik.
Walaupun berbagai masalah di atas terlihat rumit dalam pelaksanaannya,
solusinya dapat terlihat dengan jelas. Bisa berupa:
1. Menjalankan program skala besar untuk membangun jalan pedesaan
dan di tingkat kabupaten. Program pembangunan jalan tersebut juga
dapat meningkatkan penghasilan bagi masyarakat miskin dan
mengurangi pengeluaran mereka, disamping memberikan stimulasi
pertumbuhan pada umumnya.
2. Membiayai program di atas melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana
pembangunan harus ditargetkan pada daerah-daerah yang mempunyai
kondisi buruk, terutama dalam masalah kemiskinan. Peta lokasi
kemiskinan, bersama dengan peta kondisi jalan, dapat digunakan untuk
mengidentifikasi daerah-daerah tersebut. Masyarakat miskin setempat
juga harus dilibatkan agar hasilnya dapat sesuai dengan kebutuhan
mereka, serta menjamin tersedianya pemeliharaan secara lebih baik.
3. Menjalankan program pekerjaan umum yang bersifat padat karya. Program
seperti ini dapat menjadi cara yang efektif untuk menyediakan
fasilitas jalan di pedesaan disamping sebagai bentuk perlindungan
sosial. Untuk daerah yang terisolir, program ini bahkan dapat
mengurangi biaya pembangunan.
4. Menjalankan strategi pembangunan fasilitas listrik pada desa-desa yang
belum menikmati tenaga listrik ditingkatkan dengan memperbolehkan perusahaan penyedia jasa
kelistrikan untuk menjual tenaga listrik yang mereka hasilkan kepada
PLN. Akses pada jaringan yang dimiliki PLN juga patut dibuka dalam
rangka meningkatkan kompetisi tersebut. Penyusunan rencana
pelaksanaan dengan lebih terinci atas dua skema subsidi yang ada
sangatlah diperlukan, untuk menjamin subsidi tersebut tidak
menghambat penyediaan listrik secara lebih luas.
II. PERBAIKAN TINGKAT KESEHATAN MELALUI FASILITAS SANITASI YANG LEBIH BAIK.
` Indonesia sedang mengalami krisis penyediaan fasilitas sanitasi. Hanya kurang
dari satu persen limbah rumah tangga di Indonesia yang menjadi bagian
dari sistem pembuangan. Penyediaan fasilitas limbah lokal tidak dibarengi
dengan penyediaan fasilitas pengumpulan, pengolahan dan pembuangan
akhir. Pada tahun 2002, pemerintah hanya menyediakan anggaran untuk
perbaikan sanitasi sebesar 1/1000 dari anggaran yang disediakan untuk
penyediaan air. Akibatnya, penduduk miskin cenderung menggunakan air
dari sungai yang telah tercemar. Tempat tinggal mereka juga sering berada
di dekat tempat pembuangan limbah. Hal ini membuat penduduk miskin
cenderung menjadi lebih mudah sakit dan tidak produktif. Pada tahun 2001,
kerugian ekonomi yang timbul akibat masalah sanitasi diperkirakan mencapai
Rp 100.000,- per rumah tangga setiap bulannya. Untuk mengatasi hal tersebut
ada dua hal yang dapat dilakukan:
1. Pada sisi permintaan, pemerintah dapat menjalankan kampanye
publik secara nasional untuk meningkatkan kesadaran dalam
penggunaan fasilitas sanitasi yang lebih baik. Biaya yang diperlukan
untuk kampanye tersebut tidaklah terlalu tinggi, sementara
menjanjikan hasil yang cukup baik.
2. Pada sisi penawaran, tentu saja penyediaan sanitasi harus diperbaiki.
Aspek terpenting adalah membiayai investasi di bidang sanitasi yang
akan terus meningkat. Dua pilihan yang dapat dilakukan adalah: (i)
mengadakan kesepakatan nasional untuk membahas masalah
pembiayaan fasilitas sanitasi dan (ii) mendorong pemerintah lokal
untuk membangun fasilitas sanitasi pada tingkat daerah dan kota;
misalnya dengan menyediakan DAK untuk pembiayaan sanitasi ataupun
dengan menyusun standar pelayanan minimum.
III. PENGHAPUSAN LARANGAN IMPOR BERAS.
Larangan impor beras yang diterapkan bukanlah merupakan kebijakan yang
tepat dalam membantu petani, tetapi kebijakan yang merugikan orang miskin.
Studi yang baru saja dilakukan menunjukkan bahwa lebih dari 1,5 juta orang
masuk dalam kategori miskin akibat dari kebijakan tersebut. Bahkan
bantuan beras yang berasal dari Program Pangan Dunia (World Food Program)
tidak diperbolehkan masuk ke Indonesia karena tidak memiliki izin
impor. Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan harga beras. Tetapi
ini hanya menguntungkan pihak yang memproduksi beras lebih dari yang
dikonsumsi, sementara 90 persen penduduk perkotaan dan 70 persen
penduduk pedesaan mengkonsumsi lebih banyak beras dari yang mereka
produksi. Secara keseluruhan, 80 persen dari penduduk Indonesia menderita
akibat proteksi tersebut, sementara hanya 20 persen yang menikmati
manfaatnya. Bahkan manfaat tersebut tidaklah sedemikian jelas. Harga beras
di tingkat petani tidak mengalami kenaikan yang berarti sementara harga di
tingkat pengecer naik cukup tinggi. Dapat dikatakan bahwa hanya para
pedagang yang menikmati manfaat kenaikan harga tersebut. Sementara itu,
dukungan dan bantuan bagi petani dapat dilakukan dengan berbagai cara
lain, seperti penyediaan infrastruktur pertanian dan pedesaan serta
penyediaan riset dalam bidang pertanian. Pengenaan bea masuk juga dapat
menjadi altenatif yang lebih baik daripada larangan impor. Oleh karena
beberapa langkah di bawah ini patut mendapat perhatian:
1. Penghapusan larangan impor beras.
2. Mengganti larangan impor dengan bea masuk yang lebih rendah, jika
dirasa diperlukan. Tetapi akan lebih baik jika dukungan diberikan
dengan bentuk lain seperti penyediaan infrastruktur dan riset pertanian.
3. Memperbolehkan siapapun untuk melakukan impor, dibandingkan
dengan hanya memberikan izin pada beberapa pihak tertentu.
4. Memberikan kewenangan penetapan kebijakan bea masuk dan
kebijakan perdagangan lainnya pada satu kementerian saja, untuk
menghindari konflik antar kementerian yang berbeda.
IV. PEMBATASAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH YANG MERUGIKAN USAHA LOKAL DAN ORANG
MISKIN.
Salah satu sumber penghasilan terpenting bagi penduduk miskin di daerah
pedesaan adalah wiraswasta dan usaha pendukung pertanian. Setengah dari
penghasilan masyarakat petani miskin berasal dari usaha pendukung
pertanian. Untuk meningkatkan penghasilan tersebut, terutama yang berasal
dari usaha kecil dan menengah, perlu dibangun iklim usaha yang lebih
kondusif. Sayangnya, pemerintah daerah berlomba-lomba meningkatkan pendapatan mereka dengan cara mengenakan pajak dan pungutan daerah yang lebih tinggi. Usahawan pada saat ini harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mengurus berbagai
izin yang sebelumnya dapat mereka peroleh secara cuma-cuma. Belum lagi
beban dari berbagai pungutan liar yang harus dibayarkan untuk menjamin
pengangkutan barang berjalan secara lancar dan aman. Berbagai biaya ini
menghambat pertumbuhan usaha di tingkat lokal dan menurunkan harga
jual yang diperoleh penduduk miskin atas barang yang mereka produksi.
Oleh karena itu pemerintah dapat berusaha menurunkan beban yang
ditanggung oleh penduduk miskin dengan cara:
1. Menggantikan sistem pajak daerah yang berlaku dengan mengeluarkan
daftar sumber penghasilan yang boleh dipungut oleh pemerintah
daerah. Daftar tersebut harus mencakup sumber penghasilan yang
dapat meningkatkan penghasilan daerah secara signifikan, misalnya
sumber penghasilan dari pajak bumi dan bangunan.
2. Menghentikan pungutan pajak dan retribusi daerah yang tidak diperlukan,
dengan mengharuskan pemerintah daerah untuk mengadakan
pengkajian dampak suatu peraturan sebelum mengeluarkan pungutan
baru. Pungutan yang akan diambil itu juga harus diumumkan di berbagai
media, untuk memberikan kesempatan pada pengusaha dan sektor swasta
lainnya mengajukan masukan dan komentar.
3. Menciptakan dan memperbaiki sistem pelayanan satu atap dan
meningkatkan kemampuan serta pemberian insentif pada berbagai
elemen pemerintahan daerah. Cara ini dapat meningkatkan efisiensi
dalam pemberian pelayanan.
4. Membentuk sebuah komisi dalam mengawasi pungutan-pungutan liar
dan pembayaran yang dilindungi. Penanggulangan masalah ini
merupakan suatu hal yang sulit dilakukan, tetapi sangat penting untuk
memperbaiki iklim investasi. Komisi ini harus dapat menghasilkan proposal
untuk menanggulangi masalah pungutan liar tersebut dalam
waktu enam bulan setelah dibentuk.
V. PEMBERIAN HAK PENGGUNAAN TANAH BAGI PENDUDUK MISKIN.
Adanya kepastian dalam kepemilikan tanah merupakan faktor penting untuk
meningkatkan investasi dan produktifitas pertanian. Pemberian hak atas tanah
juga membuka akses penduduk miskin pada kredit dan pinjaman. Dengan
memiliki sertifikat kepemilikan mereka dapat meminjam uang,
menginvestasikannya dan mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari aktifitas
mereka1. Sayangnya, hanya 25 persen pemilik tanah di pedesaan yang
memiliki bukti legal kepemilikan tanah mereka. Ini sangat jauh dari kondisi
di Cina dan Vietnam, dimana sertifikat hak guna tanah dimiliki oleh hampir
seluruh penduduk. Program pemutihan sertifikat tanah di Indonesia berjalan
sangat lambat. Dengan program pemutihan yang sekarang ini dijalankan,
dimana satu juta sertifikat dikeluarkan sejak 1997, dibutuhkan waktu seratus
tahun lagi untuk menyelesaikan proses tersebut. Disamping itu, kepemilikan
atas 64 persen tanah di Indonesia tidaklah dimungkinkan, karena termasuk
dalam klasifikasi area hutan. Walaupun pada kenyataannya, di area tersebut
terdapat lahan pertanian, pemukiman, bahkan daerah perkotaan. Agar
masyarakat miskin dapat menikmati adanya kepastian atas kepemilikan tanah
mereka, hal-hal di bawah ini patut mendapat pertimbangan:
1. Mempercepat program sertifikasi tanah secara dramatis agar setidaknya
mencapai tingkatan yang sama dengan rata-rata negara Asia Timur lainnya.
2. Mengkaji ulang dan memperbaiki undang-undang pertanahan,
kehutanan dan juga pertanian.
3. Mengkaji kemungkinan redistiribusi tanah milik perusahan negara yang
tidak digunakan kepada masyarakat miskin yang tidak memiliki tanah.
4. Mengakomodasi kepemilikan komunal atas tanah sebagai salah satu
bentuk kepemilikan. Prinsip yang terpenting adalah kepastian dalam
penggunaan tanah, bukan hanya pada kepemilikan secara pribadi.
5. Mendukung adanya penyelesaian masalah pertanahan secara
kekeluargaan, disamping membentuk peradilan khusus mengenai
masalah pertanahan.
6. Mempersiapkan peraturan yang menjamin kepastian hukum bagi
masyarakat miskin yang tinggal di area perhutanan.
VI. MEMBANGUN LEMBAGA-LEMBAGA PEMBIAYAAN MIKRO YANG MEMBERI MANFAAT PADA
PENDUDUK MISKIN.
Sekitar 50 persen rumah tangga tidak memiliki akses yang baik terhadap
lembaga pembiayaan, sementara hanya 40 persen yang memiliki rekening
tabungan. Kondisi ini terlihat lebih parah di daerah pedesaan. Solusinya
bukanlah dengan memberikan pinjaman bersubsidi. Program pemberian
pinjaman bersubsidi tidak dapat dipungkiri telah memberi manfaat kepada
penerimannya. Tetapi program ini juga melumpuhkan perkembangan
lembaga pembiayaan mikro (LPM) yang beroperasi secara komersial. Padahal,
lembaga-lembaga semacam inilah yang dapat diandalkan untuk melayani
masyarakat miskin secara lebih luas. Solusi yang lebih tepat adalah
memanfaaatkan dan mendorong pemberian kredit dari bank-bank komersial
kepada lembaga-lembaga pembiayaan mikro tersebut. Berbagai langkah
penting yang dapat diambil untuk meningkatkan akses penduduk miskin
atas kredit pembiayaan adalah:
1. Menyelesaikan rancangan undang-undang mengenai LPM yang
memberikan dasar hukum dan kerangka kelembagaan bagi lembaga
pembiayaan mikro untuk menghimpun dan menyalurkan dana bagi
penduduk miskin.
2. Membangun hubungan antara sektor perbankan dengan LPM, misalnya
dengan memberikan kesempatan bagi BKD untuk menjadi agen untuk
bank-bank komersial dalam menghimpun dan menyalurkan dana.
3. Menghentikan penyaluran bantuan modal dan skema pinjaman yang
disubsidi. Dana sebanyak tiga trilliun rupiah yang selama ini disalurkan,
dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan
lembaga pembiayaan mikro, baik yang formal maupun yang berasal
dari inisiatif masyarakat setempat, untuk dapat mengjangkau kalangan
yang lebih luas.
4. Mengesahkan revisi Undang-Undang Koperasi guna memberikan
kerangka hukum yanglebih baik untuk pengembangan pembiayaan
mikro, termasuk mewajibkan adanya audit dan pengawasan eksternal
bagi koperasi simpan pinjam.
VII. PERBAIKAN ATAS KUALITAS PENDIDIKAN DAN PENYEDIAAN PENDIDIKAN
TRANSISI UNTUK SEKOLAH MENENGAH.
Indonesia telah mencapai hasil yang memuaskan dalam meningkatkan
partisipasi di tingkat pendidikan dasar. Hanya saja, banyak anak-anak dari
keluarga miskin yang tidak dapat melanjutkan pendidikan dan terpaksa keluar
dari sekolah dasar sebelum dapat menamatkannya (lihat gambar dibawah).
Hal ini terkait erat dengan masalah utama pendidikan di Indonesia, yaitu
buruknya kualitas pendidikan. Pemerintah dapat memperbaiki kualitas
pendidikan dan mencegah terputusnya pendidikan masyarakat miskin
dengan cara:
1. Membantu pengembangan manajemen dan pembiayaan pendidikan
yang bertumpu pada peran sekolah. Pemerintah di tingkat kabupaten
dan kota perlu didorong untuk menyediakan dana bagi sekolah dalam
bentuk block grants. Dengan begitu transparansi dan pengawasan
masyarakat akan dapat ditingkatkan. Dana sekolah tersebut harus
disusun sesuai prinsip transparansi dan prosedur yang jelas. Dengan
meningkatnya akuntabilitas sekolah kepada masyarakat, kualitas
pendidikan akan dapat ditingkatkan.
2. Menyediakan dana bantuan pendidikan bagi masyarakat miskin. Dana
tersebut berasal dari pemerintah pusat yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan rencana pengembangan pendidikan di daerah. Dana
ini dapat disalurkan dalam bentuk DAK dan ditargetkan untuk
membantu sekolah yang menyediakan pendidikan bagi masyarakat
miskin serta tidak dapat memenuhi standar yang dibutuhkan.
Pemberian dana ini dapat dikaitkan dengan kondisi perbaikan mutu
dan tambahan bagi iuran sekolah.
3. Mengubah beasiswa Jaring Pengaman Sosial menjadi program beasiswa
untuk membantu siswa dari kalangan miskin dalam masa transisi dari
sekolah dasar ke sekolah lanjutan.
VIII.MENGURANGI TINGKAT KEMATIAN IBU PADA SAAT PERSALINAN.
Hampir 310 wanita di Indonesia meninggal dunia pada setiap 10.000
kelahiran hidup. Angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Tingkat
kematian menjadi tinggi terkait dengan dua sebab. Pertama karena ibu yang
melahirkan sering terlambat dalam mencari bantuan medis. Sering terjadi
juga bantuan medis yang dibutuhkan tersebut tidak tersedia. Kedua karena
kebanyakan ibu yang melahirkan lebih memilih untuk meminta bantuan
bidan tradisional daripada fasilitas medis yang tersedia. Ada beberapa cara
yang dapat dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka kematian
tersebut, yaitu:
1. Meluncurkan kampanye nasional untuk meningkatkan kesadaran atas
manfaat penanganan medis professional pada saat persalinan, serta
periode sebelum dan sesudahnya.
2. Menyediakan bantuan persalinan gratis bagi penduduk miskin, baik di
klinik kesehatan maupun dengan bantuan bidan desa. Lebih jauh lagi,
pemerintah dapat menyediakan bantuan transportasi pada klinik
kesehatan setempat. Bantuan ini dapat dikelola melalui sistem kartu
kesehatan yang telah ada.
3. Meningkatkan pelatihan bagi bidan desa, baik secara formal maupun
dengan melibatkan mereka pada pelayanan medis. Berbagai usaha
untuk memperluas jangkauan pelayanan bidan desa di daerah-daerah
terisolir juga patut mendapat perhatian.
IX. MENYEDIAKAN LEBIH BANYAK DANA UNTUK DAERAH-DAERAH MISKIN.
Kesenjangan fiskal antar daerah di Indonesia sangatlah terasa. Pemerintah
daerah terkaya di Indonesia mempunyai pendapatan per penduduk 46 kali
lebih tinggi dari pemerintah di daerah termiskin. Akibatnya pemerintah
daerah yang miskin sering tidak dapat menyediakan pelayanan yang
mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemberian dana yang
terarah dengan baik dapat membantu masalah ini. Untuk memecahkan
masalah tersebut, pemerintah dapat melakukan beberapa hal di bawah ini:
1. Memperbaiki formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) agar memungkinkan
pemerintah daerah dapat menyediakan pelayanan dasar yang cukup
baik. DAU dimaksudkan untuk membantu kesenjangan keuangan antar
daerah berdasarkan formula yang memperhitungkan tingkat
kemiskinan, luas wilayah, jumlah penduduk, biaya hidup dan kapasitas
fiskal. Tetapi pada kenyataannya, dana ini masih dialokasikan berdasar
pola pengeluaran pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu penetapan
besar DAU harus lebih banyak didasarkan formula di atas, bahkan
dengan memberikan porsi yang lebih besar pada tingkat kemiskinan.
2. Meningkatkan pemberian DAK untuk menunjang target program
nasional pengentasan kemiskinan. Dana Alokasi Khusus dapat menjadi
insentif bagi pemerintah daerah untuk memenuhi target penurunan
tingkat kemiskinan. Oleh karena itu DAK harus ditingkatkan fungsinya
dan dikaitkan dengan program pengentasan kemiskinan, termasuk
infrastruktur di daerah pedesaan, kesehatan, pendidikan, serta
penyediaan air bersih dan sanitasi. Daerah yang lebih miskin harus
dapat menerima DAK yang lebih besar, mengingat DAU belum dapat
memperkecil kesenjangan pembiayaan antar daerah. Peningkatan DAK
dapat dilakukan dengan memotong anggaran pemerintah pusat di
daerah melalui departemen teknis, yang selama ini dikenal sebagai
Daftar Isian Proyek (DIP).
X. MERANCANG PERLINDUNGAN SOSIAL YANG LEBIH TEPAT SASARAN.
Program perlindungan yang tersedia saat ini, seperti beras untuk orang miskin
serta subsidi bahan bakar dan listrik, dapat dikatakan belum mencapai sasaran
dengan baik. Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia mengeluarkan Rp 74
trilliun untuk perlindungan sosial. Angka ini lebih besar dari pengeluaran di
bidang kesehatan dan pendidikan. Sayangnya, hanya 10 persen yang dapat
dinikmati oleh penduduk miskin, sementara sekitar Rp60 trilliun lebih banyak
dinikmati oleh masyarakat mampu. Secara rata-rata, rumah tangga miskin
hanya memperoleh subsidi sebesar Rp12.000 untuk beras dan Rp 9.000 untuk
minyak tanah setiap bulannya. Pemerintah dapat meningkatkan bantuan pada
masyarakat miskin disamping mengadakan penghematan dengan cara:
1. Mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM). Sebagian besar BBM
digunakan untuk keperluan kendaraan bermotor, yang lebih banyak
dinikmati oleh golongan menengah dan kaya. Pemotongan subsidi BBM
dalam anggaran 2005 dapat menghemat Rp 15 trilliun. Jika harga solar
dapat dinaikkan ke harga tertinggi yang ditetapkan oleh Keppres, maka
akan didapat tambahan penghematan sebesar Rp 12 trilliun.
2. Menggunakan tabungan pemerintah yang ada untuk mengembangkan
program perlindungan sosial, termasuk memperluas aktifitas program
tersebut, tetapi dengan sasaran yang lebih tepat.
3. Memperbaiki penetapan sasaran agar dapat menyentuh lebih banyak
penduduk miskin. Sistem pendataan penduduk miskin yang ada,
termasuk pemeringkatan oleh BKKBN, mahal dan sering tidak akurat.
Pemerintah dapat menjalankan program bantuan dengan menggunakan
peta kemiskinan. Peta ini, disusun oleh BPS, memberikan informasi
mengenai kecamatan-kecamatan termiskin yang patut mendapatkan
bantuan. Penduduk miskin di daerah tersebut kemudian dapat
dijangkau melalu kombinasi: (i) penetapan sasaran keluarga miskin
dengan melibatkan masyarakat setempat dalam proses identifikasi,
penyerahan dan pengawasan program bantuan tersebut; serta (ii)
dengan merancang program tersebut sedemikian rupa sehingga hanya
dalam bentuk beras bermutu rendah, serta minyak tanah yang dikemas
dalam botol dapat mencapai sasaran yang lebih baik. Sementara itu,
menerapkan prinsip kompetisi dalam distribusi beras dan minyak tanah
akan mengurangi biaya lebih jauh lagi.
4. Membentuk gugus tugas yang mengkaji sistem perlindungan sosial.
Saat ini program perlindungan bantuan sosial dan berada di bawah
kewenangan beberapa kementerian yang berbeda. Kebanyakan
dijalankan pada saat krisis tanpa dilengkapi sistem pengawasan dan
penilaian yang memadai. Untuk memaksimalkan manfaat b
PENGERTIAN KRIMINALITAS
Kriminalitas berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan. Berbagai sarjana telah berusaha memberikan pengertian kejahatan secara yuridis berarti segala tingkah laku manusia yang dapat dipidana ,yang diatur dalam hukum pidana. Kriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembnuh, perampok, atau teroris. Walaupun begitu kategori terakhir, teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham.
Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana.Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan mengenai perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi kejahatan dalam pengertian yuridis tidak sama dengan pengertian kejahatan dalam kriminologi yang dipandang secara sosiologis.
Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis sosiologis kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat. Reaksi sosial tersebut dapat berupa reaksi formal, reaksi informal, dan reaksi non-formal.
Berikut pengertian kejahatan dipandang dalam berbagai segi:
• Secara yuridis, kejahatan berarti segala tingkah laku manusia yang dapat dipidana,yang diatur dalam hokum pidana.
• Dari segi kriminologi,setiap tindakan Dari segi kriminologi setiap tindakan atau perbuatan tertentu yang tindakan disetujui oleh masyarakat diartikan sebagai kejahatan. Ini berarti setiap kejahatan tidak harus dirumuskan terlebih dahulu dalam suatu peraturan hokum pidana. Jadi setiap perbuatan yang anti social,merugikansertab menjengkelkan masyarakat,secara kriminologi dapat dikatakan sebagai kejahatan
• Arti kejahatan dilihat dengan kaca mata hokum, mungkin adalah yang paling mudah dirumuskan secara tegas dan konvensional. Menurut hokum kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah hokum; tegasnya perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hokum,dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapakan dalam kaidah hokum yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan bertempat tinggal.(Soedjono. D,S.H.,ilmu Jiwa Kejahatan,Amalan, Ilmu Jiwa Dalam Studi Kejahatan,Karya Nusantara,Bandung,1977,hal 15).
Relatifnya kejahatan bergantung pada ruang,waktu,dan siapa yang menamakan sesuatu itu kejahatan. “Misdad is benoming”, kata Hoefnagels; yang berarti tingkah laku didefenisikan sebagai jahat oleh manusia-manusia yang tidak mengkualifikasikan diri sebagai penjahat. (J.E. Sahetapy, Kapita Selekta Kriminologi,Alumni, Bandung, 1979,hlm.67.)
Dalam konteks itu dapat dilakukan bahwa kejahatan adalah suatu konsepsi yang bersifat abstrak. Abstrak dalam arti ia tidak dapat diraba dan tidak dapat dilihat,kecuali akibatnya saja.
PENGERTIAN PENJAHAT DAN JENIS-JENISNYA
Orang yang bagaimana yang dimaksudkan sebagai seorang penjahat? Di dalam pikiran umum,perkataan “penjahat” berarti mereka yang dimusuhi masyarakat. Di dalam arti inilah Trade menyatakan bahwa para penjahat adalah sampah masyarakat.Berdasarkan tradisi hokum (peradilan) yang demokratis bahkan eorang yang mengaku telah melakukan suatu kejahatan ataupun tidak dipandang sebagai seorang penjahat sampai kejahatannya dibuktikan menurut proses peradilan yang telah ditetapkan.
Maka sesuai dengan itu, seorang penjaga penjara tidak akan dapat dibenarkan menurut hokum kalau menerima sesorang yang tidak pernah resmi dinyatakan bersalah dan dihukum,dan para pejabat Negara tidak akan dapat secara benar-benar menghilangkan hak-hak sipil kepada orang-orang yang tidak pernah dinyatakan bersalah mengenai suatu kejahatan. Begitu pula halnya,para ahli kriminologi tidak dapat secara benar-benar dapat dipertanggung jawabkan menetapkan sebagai penjahat kepada orang-orang yang bertingkah laku secara antisocial,tetapi tidak melanggar suatu undang-undang pidana.(Ibid,hal 34,35).
Di Indonesia secara tegas tidak dijumpai orang yang disebut penjahat; dalam peruses peradilan pidana,kita hanya mengenal secara resmi istilah-istilah : tersangka,tertuduh,terdakwa dan terhukum atau terpidana. Sedangkan kata-kata seperti penjahat,bandit,bajingan hanya dalam kata sehari-hari yang tidak mendasar pada ketentuan hokum.
A. Adapun tipe atau jenis-jenis menurut penggolongan para ahlinya adalah sebagai berikut ;
1. Penjahat dari kecendrungan(bukan karena bakat).
2. Penjahat karena kelemahan(karena kelemahan jiwa sehingga sulit menghindarkan diri untuk tidak berbuat).
3. Penjahat karena hawa nafsu yang berlebihan dan putus asa.penjahat terdorong oleh harga diri atau keyakinan.
B. Pembagian menurut Seelig :
1. Penjahat karena segan bekerja.
2. Penjahat terhadap harta benda karena lemah kekuatan bathin untuk menekan godaan.
3. Penjahat karena nafsu menyarang.
4. Penjahat karena tidak dapat menahan nafsu seks.
5. Penjahat karena mengalami krisis kehidupan
6. penjahat terdorong oleh pikirannya yang masih primitive.
7. Penjahat terdorong oleh keyakinannya.
8. Penjahat karena kurang disiplin kemasyarakatan.
9. Penjahat campuran ( gabungan dari sifat-sifat yang terdapat pada butir 1 s/d 8 )
C. Pembagian menurut Capelli
1. Kejahtan karena factor-faktor psikopathologis, yang pelakunya terdiri dari
a) Orang-orang yang sakit jiwa.
b) Orang-orang yang berjiwa abnormal (sekalipun tidak sakit jiwa).
2. Kejahatan karena factor-faktor cacad atau kemunduran kekuatan jiwa dan raganya,yang dilakukan oleh :
a) Orang-orang yang menderita cacad setelah usia lanjut.
b) Orang-orang menderita cacad badaniah atau rohaniah sejak masa kanak-kanak ; sehingga sukar menyesuaikan diri di tengah masyarakatnya.
3. Kejahatan karena factor-faktor social yang pelakunya terdiri dari :
Penjahat kebiasaan.
a) Penjahat kesempatan,karena menderita kesulitan ekonomi atau kesulitan fisik.
b) Penjahat yang karena pertama kali pernah berbuat kejahatan kecil yang sifatnya kebetulan dan kemudian berkembang melakukan kejahatan yang lebih besar dan lebih sering.
c) Orang-orng yang turut serta pada kejahatan kelompok seperti, pencurian-pencurian di pabrik dan lain sebagainya.
Bila kita perhatikan kategori jenis-jenis pelanggar hokum atau disebut dalam bahasa inggris Criminal , yang sementara kita alih bahaskan dengan penjahat ; maka terdapat diantarnya penjahat yang dalam melakukan kejahatannya dengan:
1. Kesadaran yang memang sudah merupakan pekerjaannya (professional criminal). Yang dapat dilakukan oleh perorangan seperti penjahat-penjahat bayaran, yang diupah untuk menganiaya atau bahkan membunuh. Atau dilakukan secara kelompok dan teratur seperti dalam bentuk kejahatan yang diorganisir (beda misalnya Donald R Cressey “Criminal Organization”,Heiniman Educational Books,London,1972)
2. Kesadaran bahwa tindakan tersebut harus dilakukan sekalipun merupakan pelanggaran hokum ; yaitu penjahat yang melakukan kejahatan dengan ditimbang-timbang atau dengan persiapan terlebih dahulu.
3. Kesadaran bahwa pelaku tidak diberi kesempatan oleh masyarakat atau pekerjaan dalam masyarakat tak bias memberi hidup,sehingga memilih menjadi resdidivisi.
SEBAB TERJADINYA KRIMINALITAS DAN JENIS-JENISNYA
Sebab –sebab terjadinya kejahatan adalah bermacam-macam . Walaupun secara jelas belum dapat diberikan sutu teori tentang sebab-sebab kejahatan, namun banyak factor yang telah diidentifikasikan ,yang sedikt banyaknya mempunyai korelasi dengan frekuensi kejahatan. Factor-faktor tersebut secara kasar dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori,walaupun demarkasi antara ketiganya tidak selalu jelas, yaitu:
1. Kondisi-kondisi social yang menimbulkan hal-hal yang merugikan hidup manusia. Kemiskinan yang meluas dan pengangguran,pemerataan kekayaan yang belum berhasil diterapkan, pemberian ganti rugi tidak memadai, pada orang-orang yang tanahnya diambil pemerintah kurangnya fasilitas pendidikan,dan lain-lain.
2. Kondisi yang ditimbulkan oleh urbanisasi dan industrialasai. Indonesia sebagai suatu Negara berkembang sebenarnya menghadapi suatu dilemma. Pada satu pihak merupakan suatu keharusan untuk melaksanakan pembangunan,dan pada pihak lain pengakuan yang bertambah kuat, bahwa harga diri pembangunan itu ,adalah peningkatan yang menyolok dari kejahatan. Luasnya problema yang timbul karena banyaknya perpindahan, dan peningkatan fasilitas kehidupan,bisanya ,biasanya dinyatakan sebagai “urbanisasi yang berlebihan” (overurbanization) dari suatu Negara. Keadaan-keadaan tersebut menimbulkan peningkatan kejahatan yang tambah lama tambah kejam diluar kemanusiaan.
3. Kondisi lingkungan yang memudahkan orng melakukan kejahatan. Contoh-ciontoh adalah memamerkan barang-barang dengan menggiurkan di supermarket,mobil dan rumah yang tidak terkunci ,took-toko yang tidak dijaga, dan kurangnya pengawasan atas senjata api dan senjata-senjata lain yang berbahaya. Tidak diragukan bahwa banyak calon-calon penjahat yang ingin melakukannya jika melakukannya jika pelaksanannya secara fisik dibuat sulit.(anami)
Cavan membagi 9 jenis kejahatan yang dijumpai di Amerika.
1. The Casual Offender
2. the Occasional Criminal
3. the Episodic Criminal
4. The White Collar Criminal
5. The Habitual Criminal
6. The Proffesional Criminal
7. Organized Crime
8. The mentally Abnormal criminal27) (Sudjono.D.S.H.,Kriminalitas dan ilmu Forensik,bandung ,1976.hal 97)
9. The nonmalicious Criminal
Adalah:
1. Pelanggaran – pelanggaran ringan.
2. Kejahatan – kejahatan ringan.
3. Kejahatan yang disebabkan oleh dorongan emosi.
4. Kejahatan yang dilakukan oleh orang – orang yang berstatus sosial tinggi dan perbuatannya terselubung dalam jabatannya.
5. Penjahat yang mengulang – ngulang perbuatan jahatnya.
6. Penjahat yang melakukan kejahatannya sebagai suatu nafkah.
7. Kejahatan – kejahatan yang diorganisir umumnya bergerak di bidang pengedaran gelap narkotik, perjudian, rumah – rumah prostitusi dan lain –lain.
8. penjahat-penjahat yang melakukan peerperbuatannya karena ketidaknormalan (psychopatis dan psychotis).
9. Penjahat atau katakanlah pelanggar – pelanggar hukum, yang melakukan perbuatan yang menurut kesadaran dan atau kepercayaan bukan merupakan kejahatan bahkan menganggapnya suci.
Sedangkan W.A.Bonger dalam buku kecilnya Pengantar Tentang Kriminologi, secara sederhana dan lebih bersifat umum dan universal, membagi kejahatan dalam 4 jenis, yaitu :
1. Kejahatan ekonomi
2. Kejahatan kekerasan
3. Kejahatan Seks
4. Kejahatan Politik
Pembagian tersebut didasarkan pada motivasi dilakukannya kejahatan tersebut yang berhubungan dengan factor-faktor ekonomi yaitu dorongan untuk melakukan kekerasan dan siksaan, dorongan seksual dan motif -motif politis.
Jenis-jenis kriminalitas yang telah diklasifikasikan oleh Cavan dan W.A. Bonger di atas, kecuali pelanggaran-pelanggaran ringan dan kejahatan-kejahatan ringan pada point 1 dan 2 dalam klasifikasi yang diurutkan oleh Cavan, semuanya dapat menyebabkan kematian, apabila suatu kriminalitas itu berakhir dengan pembunuhan.
SOLUSI kriminalitas
Di Indonesia, data-data kepolisian menunjukkan terjadinya kejahatan sebagai berikut (Vide, Majalah Selecta, 1116 Tahun XXV).
a. Pencurian dengan kekerasan terjadi pada setiap 4,5 menit
b. Penganiayaan berat terjadi pada setiap 31 menit
c. Pemerasan terjadi pada setiap 3 jam
d. Pemerkosaan terjadi pada setiap 3,5 jam.
e. Penculikan terjadi pada setiap 4,5 jam.
f. Pembunuhan terjadi pada setiap 4,5 jam.
Demikian kenyataan gambaran kejahatan yang melanda masyarakat Indonesia yang boleh dikatakan telah menjadi penyakit yang perlu mendapat perawatan segera, yang menantang para pemimpin, ahli-ahli hukum, para psikolog, pemerintah dan lain-lainnya, terutama para orang-orang tua untuk mencegah daya jelajahnya agar jangan sampai menular pada generasi penerus bangsa yaitu anak-anak.
Beberapa alasan mengapa mencurahkan perhatian yang lebih besar pada pencegahan sebelum kriminalitas dan penyimpangan lain dilakukan.
Adapun alasannya sebagai berikut:
1. Tindakan pencegahan adalah lebih baik daripada tindakan represif dan koreksi. Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit dan birokrasi, yang dapat menjurus ke arah birokratisme yang merugikan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang. Usaha pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan usaha represif dan rehabilitasi. Untuk melayani jumlah orang yang lebih besar jumlahnya tidak diperlukan banyak dan tenaga seperti pada usaha represif dan rehabilitasi menurut perbandingan. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan secara perorangan / sendiri-sendiri dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Misalnya menjaga diri jangan sampai menjadi korban kriminalitas, tidak lalai mengunci rumah/kenderaan, memasang lampu di tempat gelap dan lain-lain.
2. Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negatif seperti antara lain: stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum / dibina), pengasingan, penderitaan dalam berbagai bentuk, pelanggaran hak asasi, permusuhan/kebencian terhadap satu sama lain yang dapat menjurus ke arah residivisme. Viktimisasi structural (penimbulan korban struktur tertentu dapat dikurangi dengan adanya usaha pencegahan tsb, misalnya korban suatu sistem hukuman, peraturan tertentu sehingga dapat mengalami penderitaan metal fisik dan social).
3. Usaha pencegahan dapat pula mempererat persatuan, kerukunan dan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap sesama anggota masyarakat. Dengan demikian, usaha pencegahan dapat membantu orang mengembangkan orang bernegara dan bermasyarakat lebih baik lagi. Oleh karena mengamankan dan mengusahakan strabilitas dalam masyarakat, yang diperlukan demi pelaksanaan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Usaha pencegahan kriminalitas dan penyimpangan lain dapat merupakan suatu usaha menciptakan kesejahteraan mental, fisik dan sosial seseorang.
Kita mengetahui bahwa pada masa yang silam reaksi hukuman atas kejahatan sangat berat tujuannya untuk menakut-nakuti masyarakat agar jangan melakukan kejahatan, dan siksaan sebagai pembalasan. Hingga kini masih tampak usaha mengurangi kejahatan dengan memperberat sanksi-sanksi pidananya sekalipun. Kita tahu bahwa cara-cara tersebutb tidak efisien. Itulah sebabya Politik Kriminal (cara-cara menanggulangi kejahatan) condong ke arah rehabilitasi narapidana dan mencegah kemungkinan timbulnya kejahatan debgan usaha pendidikan dan pergaulan tradisional (kekeluargaan) yang bernilai dalam hal ini pengetahuan tentang faktor-faktor kriminogen dalam masyarakat yang bersangkutan adalah sangat penting karena dengan diketahuinya faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejahatan kita akan mempunyai pegangan di dalam politik kriminal homogen yang bila kita bentuk akan melindungi masyarakat. Dalam hal ini, dapat dilakukan tindak cara :
Satu : Pemisahan (pengasingan) yang relatif permanen antaa penjahat dan masyarakat harus ditiadakan karena pemisahan tersebut hanya akan menimbulkan masyarakat dengan pelanggaran saja, tetap tidak memperbaiki narapidana itu sendiri.
Dua : Politik ini kena dituangkan ke dalam masyarakat tanpa mengalihkan mereka ke dalam proporsi luas yang tidak mempunyai kepastian di dalam masyarakat yang terorganisasi yang merupakan kebudayaan umum yang anti kriminal.
Tiga : Politik ini akan memberikan batasan kepada individu dan situasi sosial yang sering kali timbul. Proteksi terhadap kejahatan perlu diadakan perubahan.
Hal ini dapat dibuktikan bahwa di dalam masyarakat yang terorganisasi mencela kejahatan sama kerasnya dengan mencela hukuman-hukuman berat, dan mempunyai pendapat bahwa pengawasan dan pencegahan akan berpengaruh lebih besar terhadap kejahatan.
Dapat dikatakan perilaku kriminal adalah suatu perilaku yang beradaptasi pada suatu hasil kondisi lingkungan tertentu. Dengan demikian kita sampai pada perhatian adaptasi pada suatu lingkungan sebagai suatu proses yang menetukan. Dikatakan bahwa perilaku kriminal itu mengandung beberapa unsur lain seperti :
a. Unsur pendukung pada suatu perbuatan kriminal.
b. Resiko yang dikandung dalam pelaksanaan suatu kriminalitas.
c. Masa lampau yang mengkondisikan seorang individu terlibat.
d. Struktur kemungkinan untuk melakukan suatu kriminalitas.
Unsur yang terakhir kemungkinan/kesempatan untuk melakukan kriminalitas juga ada hubungannya dengan pola-pola respons yang berbeda-beda karena seseorang individu tidak akan berlaku kriminal dan menimbulkan korban sampai ada suatu kesempatan untuk berbuat kriminal muncul dengan sendirinya dalam suatu lingkungan. Lokasi kriminalitas ada pada suatu lingkungan dan tidak ada pada seorang individu. Suatu struktur lingkungan yang sesuai bagi seseorang akan memungkinkan orang tersebut menjadi kriminal atau tidak kriminal. Misalnya : sistem pengawasan lemah dan lingkungan yang sepi, gelap dan berdesak-desak.
Usaha pencegahan mempunyai beberapa persoalan dalam pelaksanaanya dan menimbulkan persoalan lain lebih lanjut antara lain :
1. Persoalan partisipasi dan tanggung jawab
a. Sejauh manakah setiap anggota masyarakat kota sadar dan merasa ikut serta betanggung jawab dalam usaha pencegahan kriminalitas ini sesuai dengan kemampuannya masing-masing di daerah perkotaan dan mempunyai akibat yang positif dan negatif. Misalnya bersedia bertindak atau melapor pada yang berwajib apabila menjadi korban suatu tindakan kriminal atau melihat langsung suatu kriminalitas, karena merasa ikut bertanggung jawab secra langsung atau tidak dalam timbulnya kriminalitas dalam suatu masyarakat. Adanya kesadaran untuk melapor pada yang berwajib apabila menjadi korban atau melihat orang lain menjadi korban kriminalitas; kesadaran untuk ikut membantu mencegah kriminalitas dengan ikut meronda, melakukan pengawasan pengadaan dana untuk kegiatan pada anak dan pemuda agar tidak menjadi delinquent.
b. Masih adanya asumsi bahwa pemerintah saja yang bertanggung jawab terhadap kriminalitas sehingga rakyat segan untuk ikut serta dalam usaha pencegahan tsb. Apalagi bila keinginan berpartisipasi dalam berbagai bentuk tidak mendapat sambutan atau dikembangkan dengan baik.
c. Persoalan disini adalah bagaimana mengembangkan kegairahan anggota masyarakat dalam usaha pencegahan tersebut sebagai warga kota yang baik (cara penyuluhan, isi penyuluhan)
2. Persoalan kooperasi dan koordinasi antara para partisipasi dalam pencegahan kriminalitas. Tidak adanya kooperasi dan koordinasi dalam usaha pencegahan kriminalitas merupakan hambatan pelaksanaaan pencegahan tersebut malahan dapat menimbulkan kriminalitas karena pertentangan yang tidak sehat (perlu diperhitungkan halangan dari organisasi kriminal dan politik). Misalnya tidak ada kerja sama antara badan-badan penegak hokum, saling berselisih paham dalam usaha pencegahan kriminalitas, karena prestise atau tidak rela pihak-pihak lain mendapat pujian, saling lepas tangan/tidak mau bertanggungjawab. Adanya organisasi kriminal dan politik yang menghalangi usaha pencegahan dan penertiban keamanan, karenajustru mempertahankan ketidaktertiban dan kekacauan demi kepentingan organisasi.
3. Persoalan planning dan program yang berhubungan erat dengan kooperasi dan koordinasi pencegahan kriminalitas. Tidak adanya planning dan program dalam usaha pencegahan kriminalitas mempersulit kooperasi dan koordinasi dalam usaha pencegahan kriminalitas (terutama dalam rangka pencegahan melalui perbaikan lingkungan dan perilaku). Misalnya, konflik kegiatan pencegahan antara badan-badan penegak hukum yang bertanggung jawab terhadap pengadaan keamanan dan ketertiban yang saling tidak setuju mengenai bentuk, lay out, penggunaan sarana dan cara pembinaan perilaku anggota masyarakat dan aparatur Pemerintah (Ibid, hal 18,19)
4. Untuk membuat planning dan program yangdapat dipertanggung jawabkan diperlukan data sebagai hasil penelitian. Maka persoalan yang timbul sekarang adalah yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian tersebut dengan fasilitas para pelaksana / tenaga dan dana. Misalnya, sarana, dana, pelaksanaan kebijakasanaan, rumusan Undang-Undang / peraturan penafsiran yang berbeda antara para partisipasi dalam usaha pencegahan kriminalitas.
5. Yang perlu juga mendapat perhatian adalah persoalan yang berhubungan dengan faktor-faktor lain yang mendukung dan menghambat pelaksanaan pencegahan kriminalitas di daerah perkotaan.
6. Persoalan perlu ada tidaknya peraturan / Undang-Undang yang menjamin pelaksanaan usaha pencegahan secara bertanggung jawab. Misalnya, Undang-Undang / peraturan yang merupakan dasar / pedoman dan menjamin adanya pemerataan kesempatan memenuhi keperluan fisik mental, sosial setiap anggota masyarakat sehingga tidak melakukan kriminalitas.
7. Persoalan pencegahan kriminalitas dengan cara menghapuskan peraturan yang merumuskan suatu perbuatan sebagai suatu tindakan kriminal. Dengan penghapusan peraturan tersebut, tidak selalu dihapuskan juga dengan sendirinya, masalah yang harus dihilangkan secara formal.
Mencegah kejahatan berarti menghindarkan masyarakat dari jatuhnya korban, penderitaan korban serta kerugian lainnya. Meskipun demikian hal pencegahan ini tugas Jaksa belum secara langsung tersangkut dalam kegiatannya, namun secara nasional kiranya perlu ada perhatian. Kegiatan pencegahan kejahatan meliputi :
. Persoalan perlu ada tidaknya peraturan / Undang-Undang. (Ini telah dilakukan pemerintah antara lain dengan siskamling).
b. Pencegahan serta usaha mengurangi segala macam disorganisasi sosial. (Ini dapat ditangani oleh Dep. Sosial, Dep. P & K, Dep. Tenaga Kerja, Pramuka dsb).
c. Penggalakan penyuluhan hukum dan pemberian bantuan hukum.
Suatu hal ynag sekali lagi perlu ditegaskan ialah : kejahatan adalah fungsi kompleksitas masyarakat. Dan makin banyak diadakan peraturan, makin banyak pula kemungkinan pelanggaran.
Sebaliknya : peradaban telah berkembang dengan penuh inkonsistensi dan banyak menimbulkan frustrasi antara lain dengan makin melebarnya jurang antara pola hidup warga yang kaya dengan rakyat banyak yang masih harus hidup di bawah garis kemiskinan.
Juga konflik kebudayaan, bentrok kepentingan ekonomi memerlukan pemikiran yang serius guna menemukan pemecahan yang tidak hanya untuk kepentingan warga masyarakat dalam satu negara, tetapi bagi seluruh dunia. Masalah narkotika, ‘mafia’ perdagangan gela / penyelundupan merupakan isu yang dapat merusak generasi muda dalam merongrong nasionalisme (Drs. Santosa, op cit, Hal 6)
Supaya dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya, maka petugas penegak hukum, polisi dan jaksa perlu menguasai sarana kerja guna mempercepat penyelesaian pengusutan perkara dengan cepat pula menemukan pelaku pelanggar hukum dengan cara yang manusiawi. Dan saran kerja itu antara lain adalah metode interview / interogasi di samping alat-alat lain yang diperlukan dalam pemeriksaan penyelidikan.
Penjahat yang merasa ‘dimengerti’ akan lebih mudah siap membuka diri untuk pengakuan daripada yang terus-menerus merasa terancam. Sesungguhnya penjahat yang tertangkap itu memerlukan perlindungan.
KATA PENUTUP
Kesimpulan dari makalah kami adalah:
1. Kemiskinan dan kriminalitas adalah masalah social yang masuk dalam criteria masalah utama
2. kemiskinan dan kriminalitas merupakan masalah yang umum di masyarakat
3. Dalam penggulangan keduanya dibutuhkan kerjasama dari beberapa ihak
Demikianlah makalah yang bisa kami buat. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Akhir kata Wassalamu’alaikum wr.wb.
Penulis
LAMPIRAN
Pertanyaan dan jawaban
Pertanyaan
1.Oleh Ainur pujianti
Apakah penaggulangan pemerintah Indonesia terhadap masalah kriminalitas sudah maksimal?
Jawab : pada dasarnya masalah kriminalitas sudah diatasi namun memang belum maksimal. Kendalanya mungin bersangkutan atau berkaitan dengan kemiskinan. Jadi tingginya angka kriminalitas sebagian besar terjadi jika angka kemiskinan semakin tinggi pula. Namun secara garis besar uu yang berlaku dinegara kita cukup tegas. Sayang masalahnya biasanya di lembaga-lembaga yang menangganinya sering mempermainkan sehingga membuat pelaku kriminalitas tidak begitu jera. Ini nanti akan berhubungan dengan dinamika social. Bagaimana cara penaggulangannya
2.Oleh inda Rahmawati
Menurut anda apa saja yang sudah di lakukan pemerintah Indonesia untuk emngatasi masalah kemiskinan? Apakah sudah cukup?
Jawab: di Indonesia sepert yang bisa kita lihat usaha pemerintah untuk meminimalisirkan kemiskinan cukup bisa di acungi jempol. Pasalnya angka kemiskinan menurun setiap tahunya. Program pemerintah seperti BLT, sembako Jamkesmas..dan program yang baru-baru ini adalah kredit untuk UKM. Ini sangat membantu karena dengan wirausaha setidaknya akan berdampak pada perbaikan ekonomi rakyat.
3. Oleh Icha muhlisohN.B
Apakah kemiskinan bisa mempercepat penyebaran penyakit”
Jawab: ya, karena seperti yang kita tau pada umumnya orang miskin tinggal diwilayah yang maaf sebelumnya, kumuh. Jadi secara langsung tempat kumuh mempermudah penyebaran suatu penyakit. Selain itu mahalnya biaya kesehatan juga berpengaruh. Padahal jika masyaraka suatu bangsa itu sehat otomatis bisa bekerja dengan optimal.
DAFTAR PUSAKA
The World Bank, 2007, Understanding Poverty
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_14/artikel_4.htm
Analisa factor emiskinan USU repository
www. Indonesia expending horizon.com
wilkipedia Indonesia
sosiologi Sma X, Idianto Muin
www.ocku.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar