Sabtu, 23 Oktober 2010

adzan

NAMA KELOMPOK










PENDAHULUAN
Hampir tidak ada seorang muslim pun yang tidak mengetahui tentang syariat adzan. Seruan yang sangat dikenal ini merupakan tanda yang khusus bagi kaum muslimin, yakni panggilan untuk menegakkan sholat secara berjamaah. Pada edisi kali ini, dengan idzin Alloh, akan dipaparkan hal-hal yang terkait dengan adzan.
Adzan
Asal makna adzan ialah "memberitahukan". Yang dimaksud disini ialah "memberitahukan bahwa waktu sholat telah tiba dengan lafadz yang ditentukan oleh syara'". Dalam lafadz adzan itu terdapat pengertian yang mengandung beberapa maksud penting, yaitu sebagai aqidah, seperti adanya Allah yang Maha Besar bersifat Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya; serta menerangkan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang cerdik dan bijaksana untuk menerima wahyu dari Allah. Sesudah kita bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad utusan-Nya, kita diajak menaati perintah-Nya, yakni mengerjakan sholat, kemudian diajaknya pula pada kemenangan dunia dan akhirat. Akhirnya disudahi dengan kalimat tauhid.

Adzan dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu sholat telah tiba dan menyerukan untuk melakukan sholat berjamaah. Selain itu untuk mensyiar agama Islam di muka umum.

Pengertian Adzan dan Iqamah
Adzan dari segi bahasa adalah al_i’lan yang berarti pengumuman. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “ Wa Adzin Finnaasi Bil Hajji (Dan adzankanlah ibadah haji ke tengah-tengah manusia).”
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus[984] yang datang dari segenap penjuru yang jauh. [QS. Al_Hajj (22): 27]
[984] Unta yang kurus menggambarkan jauh dan sukarnya yang ditempuh oleh jemaah haji. [Lihat Al_Qur’an dan Terjemahnya, hal. 515]
Maksudnya umumkanlah ibadah haji tersebut. Namun, secara syar’i adzan adalah ibadah kepada Allah dengan cara mengumumkan masuknya waktu shalat dengan lafal yang telah ditentukan.
Adapun iqamah dari segi bahasa berasal dari kata dasar aqamah yang berarti orang yang menegakkan sesuatu, yakni jika ia meluruskan sesuatu tersebut. Namun, secara syar’i iqamah adalah ibadah kepada Allah dengan mengucapkan lafal tertentu untuk memulai mendirikan shalat. [Lihat Kitab Al_Lisan, Al_Mishbah Al_Munir, Syarah Muntaha Al_Iradat (I/122), dan Al_Mumti’ hal. 35-36]

Hukum Adzan
Adzan adalah suatu ibadah yang hukumnya wajib kifayah, karena Nabi memerintahkan pelaksanaannya dalam beberapa hadits, dan selalu melaksanakannya dalam keadaan bermukim maupun bepergian (safar). Jika salah seorang dari kaum muslimin sudah melaksanakannya, gugurlah kewajiban muslim yang lainnya. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Malik bin Huwairist,“Jika telah datang waktu sholat, hendaknya salah seorang di antara kalian mengumandangkan adzan.” (HR. Bukhori-Muslim). Kewajiban ini berlaku untuk orang yang sedang mukim di suatu tempat ataupun orang yang sedang bepergian (musafir).

Keutamaan Adzan
(a). Sebab terampuninya dosa. Dari Uqbah bin Amir, Rosululloh bersabda,“Rabb-mu merasa takjub terhadap seorang penggembala kambing di puncak gunung, dia adzan dan sholat. Maka Allah berfirman,’Lihatlah hambaKu ini, dia mengumandangkan adzan dan sholat karena takut kepadaKu. Sungguh Aku telah mengampuni hambaKu dan Aku memasukkannya ke surga” {HR. Abu Dawud, dishohihkan Syaikh Al Albani} (b). Setan lari terbirit-birit ketika mendengar adzan. Abu Hurairah berkata, Rosululloh bersabda,”Apabila adzan dikumandangkan, setan lari terkentut-kentut sehingga dia tidak mendengarkan adzan. Apabila adzan telah selesai, dia (setan) datang mengganggu seorang dalam hatinya, dia membisikkan,’Ingatlah ini dan ingatlah itu, suatu hal yang tidak teringat sebelumnya, hingga seorang hamba tidak mengetahui lagi berapa rokaat dia sholat.” {HR. Bukhori dan Muslim} (c). Doa setelah adzan adalah mustajab. Dari Anas bin Malik, Rosululloh bersabda,”Doa antara adzan dan iqomah tidak tertolak (mustajab).” {HR. Abu Dawud, dishohihkan Syaikh Al Albani} (d). Para muadzin merupakan orang yang paling panjang lehernya di hari kiamat. Dari Muawiyah, beliau berkata,”Saya mendengar Rosululloh bersabda,’Para muadzin adalah manusia yang paling panjang lehernya pada hari kiamat.” {HR. Muslim}. Hal ini menunjukkan tentang keutamaan dan kemuliaan mereka dibandingkan dengan yang lainnya pada hari kiamat.

Diperangi karena Meninggalkan Adzan
Imam atau pemerintah kaum muslimin boleh memerangi suatu kaum (muslimin) yang tidak melaksanakan adzan, namun dalam rangka hukuman ta’zir, bukan karena kaum tersebut sudah kafir dan keluar dari Islam. Hal tersebut dilakukan karena adzan adalah salah satu tanda bahwa daerah tersebut merupakan wilayah negeri Islam. Sehingga dahulu Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika hendak memerangi suatu kaum, beliau menunggu hingga datang waktu sholat. Jika beliau mendengar adzan, beliau tidak memerangi kaum tersebut. Namun, apabila tidak mendengar adzan, mereka diperangi. (HR. Bukhori).

Seorang Muadzin Haram Minta Upah dari Adzannya
Adzan adalah salah satu bentuk ibadah, maka tidak boleh seorang muadzin minta upah dari adzan yang dilakukannya. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,”.... dan angkatlah seorang muadzin yang tidak mengambil upah dari adzannya.” {HR. Ahmad, dishahihkan Syaikh Al Albani}. Adapun upah yang tidak tentu, atau pemberian tanpa perjanjian/akad sebelumnya -dalam hal ini seperti mukafaah- bagi muadzin, maka hal seperti ini dibolehkan.

Lafadz Adzan Ketika Turun Hujan
Jika sedang turun hujan atau pada keadaan malam yang sangat dingin, seorang muadzin diperintahkan untuk mengganti/menambah lafadz adzan. Dari Nafi’,”Bahwasannya Ibnu Umar beradzan untuk sholat pada waktu malam yang sangat dingin dan adanya angin kencang, kemudian beliau mengucapkan (alaa sholluu firrihaal, ‘ketahuilah, sholatlah di rumah-rumah’) –tatkala beliau selesai adzan-. Lalu beliau berkata,’Sesungguhnya Rosulullah memerintahkan muadzin untuk mengucapkan (alaa sholluu firrihaal) ketika malam yang sangat dingin atau sedang turun hujan’”. (HR. Bukhari-Muslim). Pengucapan (alaa sholluu firrihaal) boleh dilakukan setelah adzan, sesudah lafadz (laa ilaaha illalloh) (HR. Muslim dari Ibnu Umar), atau dibaca 2 kali setelah lafadz (asyhadu anna muhammadar rasulullooh) sebagai pengganti lafadz (hayya ‘alas sholaah). (HR. Muslim 1602 dari Ibnu Abbas). [disarikan dari As Syarhul Mumti’, Al Imam Al ‘Utsaimin dan majalah Al Furqon]


Mukjizat Adzan

Adzan adalah media luar biasa untuk mengumandangkan tauhid terhadap Maha yang Maha Kuasa dan risalah (kenabian) Nabi Muhammad saw. Adzan juga merupakan panggilan shalat kepada umat Islam, yang terus bergema di seluruh dunia lima kali setiap hari.
Betapa mengagumkan suara adzan itu, dan bagi umat Islam di seluruh dunia, adzan merupakan sebuah fakta yang telah mapan. Indonesia misalnya, sebagai sebuah negara terdiri dari ribuan pulau dan dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Begitu fajar fajar menyingsing di sisi timur Sulawesi, di sekitar 5:30 waktu setempat, maka adzan subuh mulai dikumandangkan. Ribuan Muadzin di kawasan timur Indonesia mulai mengumandangkan tauhid kepada yang Maha Kuasa, dan risalah Muhammad saw.
Proses itu terus berlangsung dan bergerak ke arah barat kepulauan Indonesia. Perbedaan waktu antara timur dan barat pulau-pulau di Indonesia adalah satu jam. Oleh karena itu, satu jam setelah adzan selesai di Sulawesi, maka adzan segera bergema di Jakarta, disusul pula sumatra. Dan adzan belum berakhir di Indonesia, maka ia sudah dimulai di Malaysia. Burma adalah di baris berikutnya, dan dalam waktu beberapa jam dari Jakarta, maka adzan mencapai Dacca, ibukota Bangladesh. Dan begitu adzan berakhir di Bangladesh, maka ia ia telah dikumandangkan di barat India, dari Kalkuta ke Srinagar. Kemudian terus menuju Bombay dan seluruh kawasan India.
Srinagar dan Sialkot (sebuah kota di Pakistan utara) memiliki waktu adzan yang sama. Perbedaan waktu antara Sialkot, Kota, Karachi dan Gowadar (kota di Baluchistan, sebuah provinsi di Pakistan) adalah empat puluh menit, dan dalam waktu ini, (Dawn) adzan Fajar telah terdengar di Pakistan. Sebelum berakhir di sana, ia telah dimulai di Afghanistan dan Muscat. Perbedaan waktu antara Muscat dan Baghdad adalah satu jam. Adzan kembali terdengar selama satu jam di wilayah Hijaz al-Muqaddas (Makkah dan Madinah), Yaman, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Irak.
Perbedaan waktu antara Bagdad dan Iskandariyah di Mesir adalah satu jam. Adzan terus bergema di Siria, Mesir, Somalia dan Sudan selama jam tersebut. Iskandariyah dan Istanbul terletak di bujur geografis yang sama. Perbedaan waktu antara timur dan barat Turki adalah satu setengah jam, dan pada saat ini seruan shalat dikumandangkan.

Iskandariyah dan Tripoli (ibukota Libya) terletak di lokasi waktu yang sama. Proses panggilan Adzan sehingga terus berlangsung melalui seluruh kawasan Afrika. Oleh karena itu, kumandang keesaan Allah dan kenabian Muhammad saw yang dimulai dari bagian timur pulau Indonesia itu tiba di pantai timur Samudera Atlantik setelah sembilan setengah jam.
Sebelum Adzan mencapai pantai Atlantik, kumandang adzan Zhuhur telah dimulai di kawasan timur Indonesia, dan sebelum mencapai Dacca, adzan Ashar telah dimulai. Dan begitu adzan mencapai Jakarta setelah kira-kira satu setengah jam kemudian, maka waktu Maghrib menyusul. Dan tidak lama setelah waktu Maghrib mencapai Sumatera, maka waktu adzan Isya telah dimulai di Sulawesi! Bila Muadzin di Indonesia mengumandangkan adzan Fajar, maka muadzin di Afrika mengumandangkan adzan untuk Isya.
Jika kita merenungkan fenomena ini dengan serius dan seksama, maka kita menyimpulkan fakta yang luar biasa, yaitu: Setiap saat ribuan muadzin —jika bukan ratusan ribu— di seluruh dunia mengumandangkan keesaan Allah yang Maha Kuasa dan kenabian Nabi Muhammad saw di muka bumi ini! Insya’allah, adzan (panggilan universal) lima kali sehari ini akan terus berlangsung sampai hari kiamat, Amin.
Di dalam kitab Mazmur 149: 1-9 disebutkan,
(1) Haleluya! Nyanyikanlah bagi Tuhan nyanyian baru! Pujilah Dia dalam jemaah orang-orang saleh.
(2) Biarlah Israel bersukacita atas Yang menjadikannya, biarlah bani Sion bersorak-sorak atas raja mereka!
(3) Biarlah mereka memuji-muji nama-Nya dengan tari-tarian, biarlah mereka bermazmur kepada-Nya dengan rebana dan kecapi!
(4) Sebab Tuhan berkenan kepada umat-Nya, Ia memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan keselamatan.
(5) Biarlah orang-orang saleh beria-ria dalam kemuliaan, biarlah mereka bersorak-sorai di atas tempat tidur mereka!
(6) Biarlah pujian pengagungan Allah ada dalam kerongkongan mereka, dan pedang bermata dua di tangan mereka,
(7) untuk melakukan pembalasan terhadap bangsa-bangsa, penyiksaan-penyiksaan terhadap suku-suku bangsa,
(8) untuk membelenggu raja-raja mereka dengan rantai, dan orang-orang mereka yang mulia dengan tali-tali besi,
(9) untuk melaksanakan terhadap mereka hukuman seperti yang tertulis. Itulah semarak bagi semua orang yang dikasihi-Nya. Haleluya!
Dengan membaca nubuwat ini secara seksama, maka kita mendapat kesan bahwa Nabi yang dijanjikan dan digambarkan sebagai raja itu adalah Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya. Allah berfirman di dalam al-Qur’an:
‘(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’ (Ali Imran: 191)

Perluasan wilayah Islam dengan pedang ‘bermata dua’ sebagaimana disebut dalam nubuat di atas, dimulai dari penaklukan Makkah pada masa Nabi Muhammad (SAW), lalu disusul dengan jatuhnya Syria, Byzantine, Persia, Mesir, Konstantinopel, dan banyak negara lainnya, dimana kekuasaan dan kejayaan pada waktu itu ada di tangan para pengikut Muhammad SAW itu, bukan merupakan sejarah yang asing. Sementara Yahudi dan Kristen tidak dapat mengklaim sebagai pemilik nubuat tersebut, terutama mengenai Isa al-Masih.
Azan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari


Azan (ejaan KBBI) atau adzan merupakan panggilan bagi umat Islam untuk memberitahu masuknya shalat fardu. Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap shalat 5 waktu. Lafadz adzan terdiri dari 7 bagian:
1. Allahu Akbar, Allahu Akbar (2 kali); artinya: "Allah Maha Besar, Allah Maha Besar"
2. Asyhadu alla ilaha illallah (2 kali) "Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan selain Allah"
3. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah (2 kali) "Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah"
4. Hayya 'alash sholah (2 kali) "Mari menunaikan shalat"
5. Hayya 'alal falah (2 kali) "Mari meraih kemenangan"
6. Allahu Akbar, Allahu Akbar (1 kali) "Allah Maha Besar, Allah Maha Besar"
7. Lailaha ilallah (1 kali) "Tiada sesembahan selain Allah"


Sejarah adzan dan iqamah
Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup terompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi. Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu sholat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ketempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi, tetapi beliau menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, ada usul dari Umar bin Khattab jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk sholat pada setiap masuknya waktu sholat. Kemudian saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang dan Muhammad juga menyetujuinya.
Asal muasal adzan berdasar hadits
Lafal adzan tersebut diperoleh dari hadits tentang asal muasal adzan dan iqamah:
Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk sholat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja. Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa? Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan sholat." Orang itu berkata lagi, "Maukah kau kuajari cara yang lebih baik?" Dan aku menjawab "Ya!" Lalu dia berkata lagi dan kali ini dengan suara yang amat lantang:
• Allahu Akbar Allahu Akbar
• Asyhadu alla ilaha illallah
• Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
• Hayya 'alash sholah (2 kali)
• Hayya 'alal falah (2 kali)
• Allahu Akbar Allahu Akbar
• La ilaha illallah
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Muhammad dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Muhammad berkata, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar ia juga menceritakannya kepada Muhammad.
Asal muasal iqamah
Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan adzan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika shalat akan didirikan:
• Allahu Akbar, Allahu Akbar
• Asyhadu alla ilaha illallah
• Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
• Hayya 'alash sholah
• Hayya 'alal falah
• Qod qomatish sholah (2 kali), artinya "Shalat akan didirikan"
• Allahu Akbar, Allahu Akbar
• La ilaha illallah
Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah SAW kemudian kuberitahu beliau apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan dia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."
HR Abu Dawud (499), at-Tirmidzi (189) secara ringkas tanpa cerita Abdullah bin Zaid tentang mimpinya, al-Bukhari dalam Khalq Af'al al-Ibad, ad-Darimi (1187), Ibnu Majah (706), Ibnu Jarud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan Ahmad (16043-redaksi di atas). At-Tirmidzi berkata: "Ini hadits hasan shahih". Juga dishahihkan oleh jamaah imam ahli hadits, seperti al-Bukhari, adz-Dzahabi, an-Nawawi, dan yang lainnya. Demikian diutarakan al-Albani dalam al-Irwa (246), Shahih Abu Dawud (512), dan Takhrij al-Misykah (I: 650).
Adab adzan
Adapun adab melaksanakan azan menurut jumhur ulama ialah:
1. muazin hendaknya tidak menerima upah dalam melakukan tugasnya;
2. muazin harus suci dari hadas besar, hadas kecil, dan najis;
3. muazin menghadap ke arah kiblat ketika mengumandangkan azan;
4. ketika membaca hayya ‘ala as-salah muazin menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kanan dan ketika membaca hayya ‘ala al-falah menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kiri;
5. muazin memasukkan dua anak jarinya ke dalam kedua telinganya;
6. suara muazin hendaknya nyaring;
7. muazin tidak boleh berbicara ketika mengumandangkan azan;
8. orang-orang yang mendengar azan hendaklah menyahutnya secara perlahan dengan lafal-lafal yang diucapkan oleh muazin, kecuali pada kalimat hayya ‘ala as-salah dan hayya ‘ala al-falah yang keduanya disahut dengan la haula wa la quwwata illa bi Allah (tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah);
9. setelah selesai azan, muazin dan yang mendengar azan hendaklah berdoa: Allahumma rabba hazihi ad-da’wah at-tammah wa as-salati al-qa’imah, ati Muhammadan al-wasilah wa al-fadilah wab’ashu maqaman mahmuda allazi wa’adtahu (Wahai Allah, Tuhan yang menguasai seruan yang sempurna ini, dan salat yang sedang didirikan, berikanlah kepada Muhammad karunia dan keutamaan serta kedudukan yang terpuji, yang telah Engkau janjikan untuknya [HR. Bukhari]). (KYP3095)
Tanya:
Bagaimana hukumnya bila seorang "WANITA melakukan ADZAN/IQOMAH" dalam persiapan sholat berjamaah, dalam kondisi:
a.Satu imam laki-laki dan satu makmum perempuan.
b.Imam bencong & makmumnya perempuan.
c.Imam & makmumnya semua perempuan.

Terimakasih.

A.Yaqin
Via E-mail

Jawab:
Adzan dan Iqamah pada dasarnya dimaksudkan untuk menyiar-nyiarkan datangnya waktu salat dan saat didirikannya salat. Seperti yang terkandung dalam surat Al-Maidah ayat 58:" Dan apabila kamu menyeru(mereka) untuk(mengerjakan)sholat,mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-nemar kaum yamg tidak mau mempergunakan akal".

Karena tujuannya untuk menyiar-nyiarkan seperti itulah, yaitu menyangkut volume suara, maka disyari'atkan agar yang melakukan adzan dan iqamah itu orang laki-laki. Jika yang melakukan adzan dan iqamah orang perempuan, di samping suaranya lebih lemah (dari orang laki-laki) biasanya juga bisa mengundang syhawat (walaupun hanya sedikit saja).

Sehingga para ulama dahulu pun pada beda pendapat mengenai boleh tidaknya orang perempuan melakukan adzan dan iqamah: (1) ada yang mengharamkan (Malikiyah dan Hanafiyah), (2) ada yang sekedar memakruhkan khusus untuk adzan dan sunnah untuk iqamah (Syafi'iyah).

Berdasar prinsip-prinsip di atas, maka jika (1) dalam suatu jama'ah itu terdapat orang laki-laki, maka seyogyanya yang laki-laki itu yang melakukan adzan dan iqamah. Tak beda, baik jama'ah sedikit atau banyak; (2) demikian juga jika dalam suatu jama'ah terdapat seorang bencong dan lainnya perempuan, maka dialah yang harus melakukan adzan dan iqamah; (3) dan jika semua anggota jama'ah itu perempuan, maka salah satu perempuan antara mereka yang melakukan adzan dan iqamah. Kasus ketiga ini bisa didasarkan pada kasusnya Sayidah 'Aisyah ra. bahwa suatu saat beliau melakukan adzan, iqamah, dan sekaligus mengimami jama'ah yang semuanya terdiri dari orang perempuan (HR. Baihaqi).
[Pustaka
• Ensiklopedia Islam, Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Kejadian dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.[1]
SUNNAH-SUNNAH DALAM ADZAN


Oleh
Syaikh Khalid al Husainan




Sunnah-sunnah yang berkaitan dengan adzan ada lima: seperti yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma'ad.

[1]. Sunnah Bagi Orang Yang Mendengar Adzan Untuk Menirukan Apa Yang Diucapkan Muadzin Kecuali Dalam Lafadz.

"Hayya 'alash-shollaah, Hayya 'alash-shollaah"

Maka ketika mendengar lafadz itu maka dijawab dengan lafad.

"Laa hawla walaa quwwata illa billahi"

"Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah "[HR. Al-Bukhari dan Muslim no. 385.]

Faedah Dari Sunnah Tersebut
Sesungguhnya (sunnah tersebut (yaitu menjawab adzan) akan menjadi sebab engkau masuk surga, seperti dalil yang tercantum dalam Shahih Muslim no. 385. Pent

[2]. Setelah Muadzin Selesai Mengumandangnkan Adzan, Maka Yang Mendengarnya Mengucapkan [1]

"Dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah Yang Maha Esa tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya. Aku ridho kepada Allah sebagai Rabb dan Islam sebagai agama(ku) dan Muhammad sebagai Rasul".[HR. Muslim 1/240 no. 386]

Faedah Dari Sunnah Tersebut
Dosa-dosa akan diampuni sebagaimana apa yang terkandung dalam makna hadits itu sendiri.

[3]. Membaca Shalawat Kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa salam setelah selesai menjawab adzan dari muadzin dan menyempurnakan shalawatnya dengan membaca shalawat Ibrahimiyyah dan tidak ada shalawat yang lebih lengkap dari shalawat tersebut.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Apabila kalian mendengar muadzin maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya lalu bershalawatlah untukku karena sesungguhnya orang yang bershalawat untukku satu kali, maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali" [HR. Muslim 1/288 no. 384)]

Faedah Dari Sunnah Tersebut
Sesungguhnya Allah bershalawat atas hambaNya 10 kali

Makna bahwasanya Allah bershalawat atas hambaNya adalah Allah memuji hambaNya di hadapan para malaikat.

Sedangkan shalawat Ibrahimiyah adalah :

"Artinya : Ya Allah, berikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji dan Mahamulia. Berikanlah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji dan Mahamulia".[2]

[4]. Mengucapkan Doa Adzan Setelah Bershalawat Kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

"Artinya :Ya Allah, Tuhan Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah al-Wasilah (derajat di Surga), dan al-fadhilah kepada Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallm. Dan bangkitkan beliau sehingga bisa menempati kedudukan terpuji yang Engkau janjikan". [3]

Faedah Dari Doa Tersebut
Barangsiapa yang mengucapkannya (doa tersebut) maka dia akan memperoleh syafa'at dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

[5]. Berdoa Untuk Dirinya Sendiri, Dan Meminta Karunia Allah Karena Allah Pasti Mengabulkan Permintaannya.

Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

"Artinya : Ucapkanlah seperti apa yang mereka (para muadzdzin) ucapkan dan jika engkau telah selesai, mohonlah kepadaNya, niscaya permohonanmu akan diberikan". [Lihat Shahihul Wabili Shayyib oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly, hal: 183]

Apabila sunnah-sunnah ketika mendengar adzan dikumpulkan, maka seorang muslim telah melaksanakannya sebanyak 25 sunnah.

SUNNAH-SUNNAH DALAM IQAMAH

Sunnah-sunnah saat iqamah sama dengan sunnah-sunnah pada adzan yaitu pada empat point yang pertama. Hal ini sesuai dengan Fatawa Lajnah ad Daimah lil Buhuts 'Ilmiyyah wal Ifta'. Apabila dijumlah secara keseluruhan terdapat 20 sunnah iqamah pada setiap shalat wajib.

Faidah :
Merupakan sunnah bagi yang mendengar iqomah untuk menirukan orang yang iqamah kecuali pada lafadz

"Hayya 'alash-shollaah, Hayya 'alash-shollaah"

Ketika mendengar lafadz itu, dijawab dengan lafadz

"Laa hawla walaa quwwata illa billahi"

"Artinya : Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah" [HR. Muslim no. 385.]

Kemudian ketika ucapan

"Qod qoomatish shalah"

Hendaknya menirukannya dan tidak boleh mengucapkan

"Aqoomahaa Allahu wa adaamaha"

Karena ucapan itu berdasarkan hadits yang dhaif"

[Lajnah ad Daimah lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta']

[Disalin dari kitab Aktsaru Min Alfi Sunnatin Fil Yaum Wal Lailah, edisi Indonesia Lebih Dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam, Penulis Khalid Al-Husainan, Penerjemah Zaki Rachmawan]
_________
Foote Note
[1]. Ada yang berpendapat, dibaca sesudah muadzdzin membaca syahadat. Lihat Ats-Tsamarul Musthaahb fii Fiqhis Sunnah wal Kitaab hal. 172-185 oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah
[2]. HR. Bukhari dalam Fathul Baari 6/408, 4/118, 6/27; Muslim 2/16, Ibnu Majah no. 904 dan Ahmad 4/243-244 dan lain-lain dari Ka'ab bin Ujrah
[3]. HR. Bukhary no. 614, Abu Dawud no. 529, At-Tirmidzi no. 211, an-Nasaa'i 2/26-27. Ibnu Majah no. 722). adapun tambahan "Sesungguhnya Engkau Tidak pernah menyalahi janji" Ttidak boleh diamalkan karena sanadnya lemah. Lihat Irwa'ul Ghalil 1/260,261
Sunat Di Waktu Menyeru/Melaungkan Azan
1. Berwudhu’
2. Menghadap ke arah Kiblat
3. Berdiri sewaktu menyeru Azan atau Qamat
4. Dilakukan di tempat yang tinggi.
5. Muadzin hendaklah menyaring dan mengeluarkan suaranya.
6. Mengulang-ulang lafaz syahadatain
7. Muadzin menutup kedua telinganya dengan jari telunjuk ketika mengucapkan “Haiyaalas solah” sambil memalingkan muka kearah kanan, dan ketika mengucapkan “Haiyaalal falah” berpaling ke arah kiri.


DO’A SELEPAS AZAN DAN IQAMAH


Allahumma rabba hazihid da’ watittamah. Wassolatil qaimah. Ati saiyidana Muhammadanil wasilata wal fadhilah. Wassyarafa waddarajatal ‘aliatar rafi’ah. Wab’athhul maqamal mahmudal lazi wa’adtah. Innaka laatukhliful mi’ad. Rabbighfirli waliwalidaiya (3X). Warhamhuma kama rabbayani saghira. Wasollallahu ‘ala saiyidini Muhammadiw wa’alihi wasahbihi wassallam.
Maksudnya:
Ya Allah, Wahai Tuhan yang telah mensyariatkan seruan azan dan sembahyang yang akan didirikan. Kurniakanlah kedudukan yang tinggi dan terpuji yang engkau telah janjikan kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan kehormatan, sesungguhnya Engkau tidak memungkiri janji. Ya Allah ampunilah aku serta ibubapaku dan kurniakanlah rahmat kepada keduanya sebagaimana kedua mereka memelirara akan daku. Dan selamat sejahtera atas junjungan kami Muhammad dan keluarganya dan sahabat-sahabat baginda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar